Beratus tahun yang lalu, di sebuah tempat di
Pulau Samosir, tiga orang saudara tumbuh dan berkembang dalam asuhan pamannnya
(tulang/saudara ibu-read). Mereka adalah Datu Bira, Datu Mangambe dan Datu
Guluan, dimana ketiganya adalah kakak beradik keturunan Borsak Jungjungan
Silaban, cucu dari Ompu Raja Dioma-Oma.
Ketiga saudara kakak beradik ini,
diceritakan setiap hari pekerjaannya belajar dan terus belajar memperdalam
ilmu, baik ilmu beladiri maupun ilmu kesaktian. Hal itu membuat mereka bertiga
tumbuh menjadi sosok yang memiliki kemampuan diatas rata-rata, jika
dibandingkan dengan masyarakat yang ada disekitar mereka.
Kemampuan ketiga saudara kakak beradik itu,
rupanya membuat mereka semakin populer kesegala penjuru tempat di Pulau Samosir,
bahkan sampai ke daratan di seberang Danau Toba, khususnya kesaktian Datu Bira
yang diceritakan tidak ada bandingnya sebab tidak satupun orang yang mampu
mengalahkannya pada setiap pertarungan yang telah terjadi.
MENIKAH DENGAN PUTRI PINTA OMAS
Rupanya sang putri mengetahui bahwa ia
disukai banyak pria, sehingga membuka peluang baginya untuk berusaha lebih
selektif, dalam hal memilih pasangan hidup. Sang putri Boru Sinaga Ratus tidak
mau tergesa-gesa untuk menjatuhkan pilihannya kepada seorang pria, karena ia
khawatir menjadi salah dalam menentukan pilihan, sebab hal itu menyangkut
perjalanan hidupnya dimasa yang akan datang.
Dari sekian pria yang telah melintasi
hatinya, memang sejak awal Putri Pinta Omas telah jatuh hati kepada Datu Bira.
Hanya saja ia tidak mau mengambil keputusan dengan tergesa-gesa, melainkan
menunggu hingga keputusan yang akan ia ambil benar-benar matang.
Betapa bahagia hati Datu Bira ketika ia
ketahui Putri Pinta Omas menerima pinangannya. Tentu saja ia sangat bahagia,
karena ia adalah pria yang sangat beruntung dari sekian banyak pria, yang juga
menginginkan Putri Pinta Omas menjadi pendamping hidupnya. Tak lama setelah
itu, Datu Bira Silaban resmi mempersunting Putri Pinta Omas menjadi istrinya.
PENGHIANATAN DATU GULUAN
Pernikahan Datu Bira dengan Putri Pinta Omas
rupanya berbuntut panjang, dan tidak disangka jika kemudian melahirkan rasa
benci yang berkepanjangan pada seorang pria yang kemudian diketahui berasal
dari Klan (marga) Simbolon. Rasa cinta pria itu kepada Putri Pinta Omas rupanya
menjadikannya sampai hilang akal, sehingga menciptakan niat di hatinya untuk
mencelakai Datu Bira, agar Putri Pinta Omas jatuh kepelukannya.
Kegilaan Pria Simbolon itu terhadap Putri
Pinta Omas tak pernah berhenti, hingga kehamilan Putri Pinta Omas segera akan
memasuki usia persalinan. Berbagai upaya dilakukan, baik berupa perkelahian
phisik maupun adu kesaktian dengan Datu Bira, bagaimana agar Putri Pinta Omas
jatuh kepangkuannya, namun semua upaya Pria Simbolon itu selalu patah di tangan
Datu Bira.
Menyadari segala upaya dapat dipatahkan,
Pria Simbolon itu kemudian berusaha mencari dimana titik lemah kesaktian Datu
Bira. Ia mendatangi berbagai sumber dan tempat, guna mendapatkan informasi
tentang kesaktian Datu Bira. Namun sayang, semua usaha itupun berakhir dengan
sia-sia.
Pria itu tak putus asa walau berbagai
kegagalan menerpa segala usaha yang ia lakukan. Kali ini ia berhasrat
untuk mencoba menemukan titik lemah Datu Bira dengan menikahkan putri mereka
dengan Datu Guluan adik Datu Bira. Pria itu berharap, dengan cara ini hasratnya
bisa tercapai.
Untuk memenuhi keinginannya, Pria Simbolon
itu kemudian menemui putri mereka dan menjelaskan niatnya, untuk membongkar
rahasia kekuatan Datu Bira. Agar rahasia itu bisa terbongkar, putri mereka
harus menjadi istri Datu Guluan adiknya. Dengan cara itu kemungkinan untuk
mendapatkan informasi tentang titik lemah kesaktian Datu Bira dapat
diperoleh, yakni dengan mengorek informasi dari Datu Guluan.
Persetujuan dari putri merekapun diperoleh,
kemudian rencana berikutnya adalah upaya menaklukkan hati Datu Guluan, agar mau
menjadi suami putri mereka. Rupanya niat untuk menjadikan Datu Guluan menjadi
suami putri mereka tidak menemui kesulitan yang berarti. Datu Guluan yang
memang sudah menaruh hati terhadap Putri Simbolon menyambut baik tawaran itu,
untuk menjadikan mereka berdua sepasang suami-istri.
Mendengar kabar Datu Guluan akan menikah
dengan salah seorang putri marga Simbolon, kerabat Datu Guluan menentang niat
itu. Berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan rencana pernikahan itu.
Kerabat Datu Guluan berusaha untuk mengingatkan, agar tidak meneruskan niat
untuk melangsungkan pernikahan itu. Tetapi Datu Guluan bersikeras dan tetap
akan menikah dengan Putri Simbolon itu.
Pernikahan Datu Guluan dengan Putri Simbolon
akhirnya diwujudkan, sehingga rencana pria bermarga Simbolon untuk mendapatkan
titik lemah kesaktian Datu Bira semakin dekat pada titik terang . Pria Simbolon
itu yakin, Datu Guluan sebagai adik Datu Bira pasti tau kelemahan kakak
kandungnya sendiri, apalagi mereka menuntut ilmu pada guru yang sama.
Tak lama setelah pernikahan Datu Guluan dan
Putri Simbolon diresmikan, kemudian Simbolon dan kerabatnya mulai mewujud
nyatakan rencana mereka secara perlahan. Seperti rencana yang telah diatur
sejak semula, Putri Simbolon berperan untuk mengorek informasi tentang titik
lemah Datu Bira, terus berusaha secara intensif dengan bertanya langsung kepada
suaminya Datu Guluan.
Akhirnya upaya keras Putri Simbolon
berhasil, suaminya Datu Guluan kemudian menuturkan bahwa titik lemah kesaktian
ilmu Datu Bira berada pada Ikan Dekke Naga Talam. Datu Bira harus makan ikan
itu paling tidak sekali dalam sepekan, agar kesaktiannya tidak sirna. Jika itu
tidak terlaksana, maka kesaktiannya akan hilang dengan sendiri.
Sebenarnya situasi itu menjadi dilema bagi
Datu Guluan. Sulit baginya untuk menentukan sikap, siapa yang harus ia dukung.
Ia tau persis semua rencana yang disusun kerabat istrinya, adalah untuk
memusnahkan Datu Bira kakaknya. Tetapi ia lebih memilih menjawab kebutuhan
kerabat istrinya, daripada menyelamatkan kakaknya sendiri dari kematian. Itulah
sebabnya Datu Guluan membocorkan rahasia dibalik kesaktian kakaknya Datu Bira
kepada istrinya.
Mendengar penuturan suaminya tentang titik
lemah kesaktian Datu Bira, betapa sukacitanya Putri Simbolon. Ia telah
mendapatkan apa yang mereka butuhkan setelah sekian lama. Tak menunggu lama, ia
segera melaporkan hasil temuannya itu kepada sanak-saudaranya.
Tak kepalang tanggung senangnya Pria Simbolon
mendengar informasi itu. Setelah sekian lama ia menanti dengan penuh harap,
akhirnya kerja liciknya membuahkan hasil. Pria Simbolon itu kemudian mengetahui
titik lemah kesaktian Datu Bira melalui suami putrinya, setelah putri mereka
berhasil memperdaya suaminya Datu Guluan dan membuatnya mengkhianati kakak
kandungnya sendiri.
HILANGNYA SEBUAH KESAKTIAN
Dekke Naga Talam (sejenis ikan tawar yang
hanya ditemukan disekitar Danau Toba) adalah ikan yang menjadi kesukaan Datu
Bira sejak ia menimba ilmu dari seorang guru sakti. Datu Bira harus
mengkonsumsi ikan Dekke Naga Talam setiap pekan, agar ilmu sakti yang ia miliki
tidak sirna dari raganya.
Mengetahui kesaktian Datu Bira akan hilang
jika tidak mengkonsumsi ikan Dekke Naga Talam, lalu Pria Simbolon dan
kerabatnya mengatur rencana untuk membeli seluruh ikan yang ada di pasar hingga
habis, agar Datu Bira tidak mendapat sepotongpun ikan. Bukan hanya Dekke Naga
Talam yang mereka borong habis, tetapi seluruh jenis ikan dipasar mereka beli
hingga tak bersisa.
Setiap pasar dibuka, Simbolon dan kerabatnya
beserta orang suruhannya, selalu datang lebih pagi untuk mendahului istri Datu
Bira, guna membeli seluruh ikan yang dijual para pedagang ikan. Dan setiap tiba
di pasar istri Datu Bira selalu kehabisan ikan yang akan ia beli, dan pulang
dari pasar dengan tangan hampa.
Peristiwa serupa terus berlangsung, sehingga
kebutuhan makan ikan Dekke Naga Talam untuk menjaga kelestarian kesaktiannya
tidak terpenuhi. Datu Bira khawatir jika situasi itu terus berlangsung,
maka kesaktiannya akan hilang dari raganya. Dan kekhawatiran Datu Bira itu
benar-benar terjadi, karena tidak mengkonsumsi ikan Dekke Naga Talam akhirnya
kesaktian Datu Bira secara perlahan berangsur hilang.
Mengetahui kesaktiannya berangsur sirna,
Datu Bira murka kepada istrinya. Dia beranggapan istrinya Pinta Omas Boru
Sinaga tidak sungguh-sungguh menyanggupi keinginannya untuk membeli ikan Dekke
Naga Talam. Datu Bira menilai istrinya tidak melaksanakan tugasnya dengan baik
sebagai seorang istri , dan menuduhnya telah berdusta tentang ketiadaan ikan
Dekke Naga Talam di pasar.
Rasa kecewa Datu Bira terhadap istrinya
sudah melampaui batas, sehingga ia tak mampu mengendalikan dirinya,
sampai-sampai ia mengancam untuk membinasakan istrinya. Melihat kemarahan
yang tampak dari ucapan dan perilaku suaminya, Pinta Omas mulai cemas bahwa
kemurkaan suaminya bisa berimbas kepadanya dengan mendapat hukuman dari Datu
Bira suaminya.
Lalu Pinta Omas bangkit dari duduk dan sujud
memohon maaf dihadapan suaminya, berusaha untuk meyakinkan bahwa ia tidak
berbohong terkait dengan ketidak adaan ikan Dekke Naga Talam di seluruh pasar.
Bukan hanya ikan Dekke Naga Talam yang tidak ada, tetapi semua jenis ikan yang
dijual di pasar telah habis dibeli seseorang. Mendengar itu, Datu Bira mulai
mengerti bahwa pekerjaan itu adalah pekerjaan seseorang yang sungguh ia kenal.
Putri Pinta Omas Boru Sinaga bertambah cemas
melihat situasi suaminya yang semakin tidak karu-karuan. Kemudian ia kembali
sujud dihadapan Datu Bira dan memohon untuk tidak dibinasakan. Pinta Omas
memohon kepada Datu Bira, baiklah ia dipulangkan saja kepada orang tuanya, jika
sudah tidak dipercaya lagi. Perkataan itu muncul, hanyalah karena rasa takut
yang menderanya, melihat kondisi suaminya Datu Bira saat itu.
Sungguh Datu Bira sebenarnya tidak berniat
untuk mencelakai istrinya, apalagi sampai membinasakannya. Tetapi ia justru
harus menyelamatkan istri dan anaknya Sakkar Toba yang masih sangat kecil,
dengan cara mengevakuasi keduanya ke tempat tinggal orang tua (kerabat)
istrinya, karena ia sadar bahwa dirinya berada diambang kebinasaan.
Dalam perjalanan menuju tempat tinggal
mertuanya, Datu Bira menjelaskan kepada istrinya bahwa kesaktian yang ada pada
dirinya kini telah sirna, karena dalam beberapa pekan tidak mengkonsumsi ikan
Dekke Naga Talam. Selanjutnya ia katakan, bahwa semua itu adalah perbuatan Pria
Simbolon dalam upaya balas dendam, karena gagal mendapatkan cinta Putri Pinta
Omas.
Mendengar penjelasan dari suaminya, Putri
Pinta Omas kemudian mengerti, mengapa ia tidak pernah menemukan semua jenis
ikan di pasar beberapa pekan.
Di rumah orang tuanya, Pinta Omas kemudian
menuturkan secara lengkap kepada orang tua dan kerabatnya, peristiwa yang
sedang menimpa mereka. Betapa kagetnya orang tua dan kerabat Pinta Omas
mendengar penuturannya, tentang peristiwa yang kini sedang mereka hadapi.
Menanggapi itu, orang tua dan kerabatnya siap mendukung suaminya Datu Bira,
walaupun harus mempertaruhkan nyawa.
Semua pembicaraan yang terjadi antara Pinta
Omas dan kerabatnya, sangat jelas terdengar di telinga Datu Bira, karena ia
bersembunyi tidak jauh dari rumah mertuanya. Ia sungguh bahagia, karena
dukungan luar biasa diberikan kepadanya oleh kerabat istrinya. Mendengar itu ia
sungguh terharu, lalu ia masuk kedalam rumah dan mengucapkan terimakasih kepada
semua kerabat istrinya yang hadir pada saat itu.
KONSPIRASI JAHAT
Pada waktu itu sebuah perayaan akbar sedang
berlangsung di desa tempat dimana orang tua dan kerabat Pinta Omas tinggal.
Perayaan itu direncanakan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam, sehingga
panitia mengundang banyak orang sampai hingga ke desa seberang danau. Setiap
orang dilayani dengan baik, dengan menjamu mereka makan dan minum.
Tambah hari perayaan semakin ramai
dikunjungi tamu undangan. Datu Bira yang berusaha menahan diri untuk tidak
membaur pada keramaian itu, tambah hari bertambah kuat pula keinginannya untuk
turut melebur dan membaur dikeramaian perayaan itu.
Pada hari ketiga Datu Bira sudah tidak kuat
lagi menahan keinginannya, lalu keluar dari rumah dan membaur bersama orang
lain di keramaian itu. Rupanya orang suruhan Simbolon melihat Datu Bira muncul,
yang telah menunggu kemunculan Datu Bira sejak awal perayaan itu dimulai. Lalu
segera menyampaikan kabar itu kepada Simbolon dan kerabatnya, yang juga dengan
gelisah menunggu informasi dari tempat dimana perayaan sedang berlangsung.
Mendapat informasi Datu Bira hadir pada
perayaan itu, Simbolon dan kerabatnya serta seluruh warga desa yang mendukung
rencana itu segera berkumpul, dan setiap orang yang hadir diperintahkan untuk
menggunakan pucuk daun kelapa di pergelangan tangan, sebab setiap orang yang
tidak menggunakan pucuk daun kelapa pada pergelangan tangannya, akan ditebas
hingga tewas.
Demikian Pria (marga) Simbolon memberikan
arahan, dan memerintahkan untuk menebas hingga tewas siapapun yang hadir pada
perayaan malam itu, kecuali jika ia menggunakan pucuk daun kelapa dipergelangan
tangannya. Sandi itu ia lakukan, agar tujuan utama untuk menghabisi Datu Bira
bisa tercapai, sekalipun harus mengorbankan orang-orang tak berdosa.
Sesuai perintah Pria Simbolon, kerabat serta
orang-orang yang mendukungnya lalu bertolak ke perayaan itu, dan menebas leher
setiap orang yang tidak mengenakan pucuk daun kelapa pada pergelangan tangannya
hingga tewas. Pembunuhan massal tak terhindarkan dan berlangsung tanpa belas
kasihan. Pemandangan memilukan kemudian tercipta sebagai dampak dari sebuah
dendam kesumat, yang timbul dari sebuah cinta yang tak terwujud.
Rupanya Datu Bira sempat meloloskan diri,
walau sebenarnya ia mengalami luka yang cukup parah. Ia membawa anak dan istri
menembus gelapnya malam, berusaha untuk menghindar dari kejaran anak (marga)
Simbolon dan sekutunya, yang berniat untuk membinasakannya. Datu Bira
memutuskan untuk meninggalkan Hatoguan Samosir, dengan harapan bisa selamat
sampai ke Kampung Halamannya di Tipang.
Dihadapan Datu Mangambe adiknya, Datu Bira
mengutuk Datu Guluan atas pengkhianatan yang telah ia lakukan, agar kelak
dikemudian hari, Datu Guluan dan keturunannya tidak akan lebih dari 30 (tiga
puluh) orang jumlah laki-laki. Jika lahir laki-laki pada keturunannya melebihi
30 (tiga puluh) orang, maka akan mati keturunan lainnya, agar jumlah pria
padanya tetap pada jumlah 30 (tiga puluh) orang.
Datu Mangambe mendukung kutuk itu, karena ia
menyadari bahwa perbuatan adik mereka Datu Guluan sudah melampaui batas. Ia
tidak menyangka kalau Datu Guluan sampai hati melakukan itu. Dengan cucuran air
mata, ia berdoa kepada Sang Khalik memohon agar mendengarkan doa kakaknya Datu
Bira. Konon katanya kutukan itu sungguh terjadi, dan dapat dilihat dari
keturunan Datu Guluan yang memang sangat sedikit populasinya.
Malam itu juga, Datu Mangambe meninggalkan
tempat itu mengevakuasi Datu Bira beserta anak dan istri ke tempat yang lebih
aman. Gelap gulita mereka tembus melalui jalan yang tidak biasa, hanya untuk
menghindar dari kejaran Putra (marga) Simbolon dan sekutunya. Mereka berangkat
tanpa alat penerangan, berjalan tergesa-gesa menelusuri jalan kecil, jalan yang
tak biasa dilalui warga.
Ditengah perjalanan kondisi fisik Datu Bira
semakin melemah. Datu Bira tau betul, ia sudah tidak mampu melanjutkan
perjalanan. Ia kemudian pasrah kepada takdir dan berserah kepada Sang Ilahi,
lalu memohon kepada adiknya Datu Mangambe untuk melanjutkan perjalanan dengan
membawa anak dan istrinya ke tempat yang aman.
Sebelum melepas kepergian Datu Mangambe,
Datu Bira berpesan kepada Datu Mangambe, agar menyelamatkan Pinta Omas Boru
Sinaga dan anaknya Sakkar Toba ketempat yang tidak mungkin ditemukan Simbolon
dan sekutunya. Datu Bira menyerahkan Sakkar Toba ke dalam asuhan Datu Mangambe,
hingga kelak ia berketurunan, sehingga silsilah Datu Bira tidak berhenti oleh
kekejaman yang sedang dipraktekkan Putera (marga) Simbolon dan sekutunya.
Dihadapan Datu Bira yang tengah sekarat,
Datu Mangambe berjanji untuk mengasuh Sakkar Toba sesuai dengan permintaan
kakaknya, dan tidak akan menikah sebelum Sakkar Toba berketurunan. Itulah
sumpah Datu Mangambe dihadapan kakaknya Datu Bira yang tengah menghadapi
sakratul maut, walau sesungguhnya Datu Mangambe telah berencana untuk menikahi
seorang puteri keturunan raja (marga) Nainggolan, yang telah ia bawa dari
Hatoguan Samosir yang saat itu telah berada di Tipang.
Kemudian Datu Mangambe berniat untuk
melanjutkan perjalanan, namun Putri Pinta Omas Boru Sinaga memutuskan untuk
tidak turut pergi bersama Datu Mangambe. Putri Pinta Omas memilih untuk tinggal
bersama suaminya, karena tidak ada kemampuan dalam dirinya untuk meninggalkan
Datu Bira dalam kondisi seperti itu. Ia telah memutuskan jikapun harus mati ia
rela mati bersama suaminya.
Sementara itu ditempat dimana telah terjadi
pembunuhan massal, Putera (marga) Simbolon dan sekutunya sedang sibuk
mengidentifikasi mayat yang bergelimpangan. Mereka mencari jenazah seseorang,
tetapi tidak ditemukan. Dari sekian mayat yang ada, mereka tidak menemukan
jenazah orang yang mereka cari, yakni jenazah Datu Bira.
Setelah yakin jenazah Datu Bira tidak ada
diantara jenazah yang berserakan, kemudian Putera (marga) Simbolon dan
sekutunya segera melakukan pengejaran ke segala penjuru. Mereka sangat yakin
Datu Bira tidak akan bisa pergi jauh, sebab Datu Bira mengalami luka
tusuk yang sangat parah. Jikapun masih hidup, dipastikan ia masih berada di
sekitar wilayah itu.
Di tempat lain, pasca kepergian adiknya Datu
Mangambe dengan membawa serta Sakkar Toba, Datu Bira dan istrinya sedang
berusaha keras untuk bergerak meninggalkan tempat, agar terhindar dari kejaran
Putera (marga) Simbolon dan sekutunya, namun usaha itu sia-sia. Dengan kondisi
luka yang dideritanya, sulit sekali bagi Datu Bira untuk bisa bergerak menjauh
dari tempat itu. Berulang kali Datu Bira menyarankan agar istrinya Pinta Omas
pergi menghindar, tetapi dengan linangan air mata istrinya selalu menolak
dengan kasih sayang.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat
ditolak. Datu Bira akhirnya ditemukan oleh sekutu Simbolon. Dalam kondisi yang
sangat memprihatinkan, Datu Bira disiksa tanpa ampun, kemudian lehernya digorok
hingga putus, terpisah kepala dari badan. Melihat itu Putri Pinta Omas menjerit
histeris, mengutuk keras perbuatan sekutu Simbolon terhadap suaminya.
Setelah berhasil menggorok leher hingga
putus, kemudian kepala Datu Bira dibawa kehadapan Putera (marga) Simbolon,
sebagai bukti bahwa Datu Bira betul-betul telah tewas. Turut juga bersama
dengan kepala Datu Bira, Putri Pinta Omas istrinya yang dibawa secara paksa,
dan sampai di hadapan Putera (marga) Simbolon, walau dengan cara diseret karena
Pinta Omas tidak sudi bertemu dengan pria bermarga Simbolon musuh suaminya.
Putri Pinta Omas akhirnya tewas menyusul
suaminya, setelah disiksa secara terus menerus, karena ia menolak untuk
diperistri Pria bernarga Simbolon itu. Disamping sejak awal memang Pinta Omas
tidak suka kepada pria itu, perlakuan keji yang dilakukan Simbolon dan sekutu
terhadap suaminya Datu Bira, membuat Pinta Omas semakin membenci pria itu.
Baginya lebih baik mati setelah suaminya tiada, apalagi jika harus diperistri
pria bermarga Simbolon itu.
Kekejaman Simbolon dan sekutunya terhadap
Datu Bira, hingga kini masih dikenang oleh keturunannya. Hal itu diabadikan
pada sebuah monumen yang dibangun oleh keturunannya dalam bentuk patung Datu
Bira tanpa kepala. Dan sejak saat itu, seluruh keturunan Datu Bira tidak
dibenarkan untuk menikah dengan keturunan (marga) Simbolon, dan jika hal itu
dipaksakan maka akan terjadi mala petaka pada keluarga itu.
Untuk menghindar dari kejaran Simbolon dan
sekutunya, Datu Mangambe dan Sakkar Toba telah menempuh jalan yang sangat jauh,
hingga mereka benar-benar terlepas dari kejaran Simbolon dan sekutunya. Dari
Pulau Samosir Datu Mangambe membawa Sakkar Toba menyeberang ke Daratan Humbang,
kemudian menetap daerah dataran tinggi yang sekarang daerah itu dikenal
dengan nama Desa Silaban, setelah pamit dan mengucap janji dengan putri (boru)
Nainggolan.
Disana Sakkar Toba tumbuh dan berkembang
dalam asuhan pamannya Datu Mangambe, hingga kemudian ia menikah dan punya
keturunan. Dikabarkan, Datu Mangambe sungguh melaksanakan sumpahnya dengan
setia. Setelah Sakkar Toba menikah dan berketurunan, barulah Datu Mangambe
mengakhiri masa lajangnya.
Catatan :
Sebelumnya kami mohon maaf untuk setiap
orang, khususnya keturunan Borsak Jungjungan Silaban, terkait dengan tidak
tercapainya nilai kesempurnaan cerita pada artikel di atas, dalam menempatkan
sisi kebenaran ceritanya sesuai dengan harapan setiap orang. Hal ini kami
sampaikan, mengingat ada beberapa versi tentang cerita serupa yang
beredar di tengah masyarakat, termasuk diantaranya dalam komunitas Klan (Marga)
Silaban itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar