Rabu, 23 Juli 2014

DATU BIRA

Beratus tahun yang lalu, di sebuah tempat di Pulau Samosir, tiga orang saudara tumbuh dan berkembang dalam asuhan pamannnya (tulang/saudara ibu-read). Mereka adalah Datu Bira, Datu Mangambe dan Datu Guluan, dimana ketiganya adalah kakak beradik keturunan Borsak Jungjungan Silaban, cucu dari Ompu Raja Dioma-Oma.

Ketiga saudara kakak beradik ini, diceritakan setiap hari pekerjaannya belajar dan terus belajar memperdalam ilmu, baik ilmu beladiri maupun ilmu kesaktian. Hal itu membuat mereka bertiga tumbuh menjadi sosok yang memiliki kemampuan diatas rata-rata, jika dibandingkan dengan masyarakat yang ada disekitar mereka.

Kemampuan ketiga saudara kakak beradik itu, rupanya membuat mereka semakin populer kesegala penjuru tempat di Pulau Samosir, bahkan sampai ke daratan di seberang Danau Toba, khususnya kesaktian Datu Bira yang diceritakan tidak ada bandingnya sebab tidak satupun orang yang mampu mengalahkannya pada setiap pertarungan yang telah terjadi.

MENIKAH DENGAN PUTRI PINTA OMAS


Bersamaan dengan bertumbuhnya Datu Bira, ditengah keluarga Raja Sinaga juga sedang bertumbuh seorang putri remaja. Wanita berparas rupawan itu adalah Putri Pinta Omas Boru Sinaga, putri yang membuat semua pria jatuh hati padanya. Dari sekian pria yang menaruh hati kepada Pinta Omas, Datu Bira termasuk salah satu diantaranya. Datu Bira berharap, Pinta Omas mau menerima pinangannya untuk ia jadikan sebagai pendamping hidupnya.

Rupanya sang putri mengetahui bahwa ia disukai banyak pria, sehingga membuka peluang baginya untuk berusaha lebih selektif, dalam hal memilih pasangan hidup. Sang putri Boru Sinaga Ratus tidak mau tergesa-gesa untuk menjatuhkan pilihannya kepada seorang pria, karena ia khawatir menjadi salah dalam menentukan pilihan, sebab hal itu menyangkut perjalanan hidupnya dimasa yang akan datang.

Dari sekian pria yang telah melintasi hatinya, memang sejak awal Putri Pinta Omas telah jatuh hati kepada Datu Bira. Hanya saja ia tidak mau mengambil keputusan dengan tergesa-gesa, melainkan menunggu hingga keputusan yang akan ia ambil benar-benar matang.

Betapa bahagia hati Datu Bira ketika ia ketahui Putri Pinta Omas menerima pinangannya. Tentu saja ia sangat bahagia, karena ia adalah pria yang sangat beruntung dari sekian banyak pria, yang juga menginginkan Putri Pinta Omas menjadi pendamping hidupnya. Tak lama setelah itu, Datu Bira Silaban resmi mempersunting Putri Pinta Omas menjadi istrinya.

PENGHIANATAN DATU GULUAN

Pernikahan Datu Bira dengan Putri Pinta Omas rupanya berbuntut panjang, dan tidak disangka jika kemudian melahirkan rasa benci yang berkepanjangan pada seorang pria yang kemudian diketahui berasal dari Klan (marga) Simbolon. Rasa cinta pria itu kepada Putri Pinta Omas rupanya menjadikannya sampai hilang akal, sehingga menciptakan niat di hatinya untuk mencelakai Datu Bira, agar Putri Pinta Omas jatuh kepelukannya.

Kegilaan Pria Simbolon itu terhadap Putri Pinta Omas tak pernah berhenti, hingga kehamilan Putri Pinta Omas segera akan memasuki usia persalinan. Berbagai upaya dilakukan, baik berupa perkelahian phisik maupun adu kesaktian dengan Datu Bira, bagaimana agar Putri Pinta Omas jatuh kepangkuannya, namun semua upaya Pria Simbolon itu selalu patah di tangan Datu Bira.

Menyadari segala upaya dapat dipatahkan, Pria Simbolon itu kemudian berusaha mencari dimana titik lemah kesaktian Datu Bira. Ia mendatangi berbagai sumber dan tempat, guna mendapatkan informasi tentang kesaktian Datu Bira. Namun sayang, semua usaha itupun berakhir dengan sia-sia.

Pria itu tak putus asa walau berbagai kegagalan menerpa segala usaha yang ia lakukan. Kali ini  ia berhasrat untuk mencoba menemukan titik lemah Datu Bira dengan menikahkan putri mereka dengan Datu Guluan adik Datu Bira. Pria itu berharap, dengan cara ini hasratnya bisa tercapai.

Untuk memenuhi keinginannya, Pria Simbolon itu kemudian menemui putri mereka dan menjelaskan niatnya, untuk membongkar rahasia kekuatan Datu Bira. Agar rahasia itu bisa terbongkar, putri mereka harus menjadi istri Datu Guluan adiknya. Dengan cara itu kemungkinan untuk mendapatkan informasi  tentang titik lemah kesaktian Datu Bira dapat diperoleh, yakni dengan mengorek informasi dari Datu Guluan.

Persetujuan dari putri merekapun diperoleh, kemudian rencana berikutnya adalah upaya menaklukkan hati Datu Guluan, agar mau menjadi suami putri mereka. Rupanya niat untuk menjadikan Datu Guluan menjadi suami putri mereka tidak menemui kesulitan yang berarti. Datu Guluan yang memang sudah menaruh hati terhadap Putri Simbolon menyambut baik tawaran itu, untuk menjadikan mereka berdua sepasang suami-istri.

Mendengar kabar Datu Guluan akan menikah dengan salah seorang putri marga Simbolon, kerabat Datu Guluan menentang niat itu. Berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan rencana pernikahan itu. Kerabat Datu Guluan berusaha untuk mengingatkan, agar tidak meneruskan niat untuk melangsungkan pernikahan itu. Tetapi Datu Guluan bersikeras dan tetap akan menikah dengan Putri Simbolon itu.

Pernikahan Datu Guluan dengan Putri Simbolon akhirnya diwujudkan, sehingga rencana pria bermarga Simbolon untuk mendapatkan titik lemah kesaktian Datu Bira semakin dekat pada titik terang . Pria Simbolon itu yakin, Datu Guluan sebagai adik Datu Bira pasti tau kelemahan kakak kandungnya sendiri, apalagi mereka menuntut ilmu pada guru yang sama.

Tak lama setelah pernikahan Datu Guluan dan Putri Simbolon diresmikan, kemudian Simbolon dan kerabatnya  mulai mewujud nyatakan rencana mereka secara perlahan. Seperti rencana yang telah diatur sejak semula, Putri Simbolon berperan untuk mengorek informasi tentang titik lemah Datu Bira, terus berusaha secara intensif dengan bertanya langsung kepada suaminya Datu Guluan.

Akhirnya upaya keras Putri Simbolon berhasil, suaminya Datu Guluan kemudian menuturkan bahwa titik lemah kesaktian ilmu Datu Bira berada pada Ikan Dekke Naga Talam. Datu Bira harus makan ikan itu paling tidak sekali dalam sepekan, agar kesaktiannya tidak sirna. Jika itu tidak terlaksana, maka kesaktiannya akan hilang dengan sendiri.

Sebenarnya situasi itu menjadi dilema bagi Datu Guluan. Sulit baginya untuk menentukan sikap, siapa yang harus ia dukung. Ia tau persis semua rencana yang disusun kerabat istrinya, adalah untuk memusnahkan Datu Bira kakaknya. Tetapi ia lebih memilih menjawab kebutuhan kerabat istrinya, daripada menyelamatkan kakaknya sendiri dari kematian. Itulah sebabnya Datu Guluan membocorkan rahasia dibalik kesaktian kakaknya Datu Bira kepada istrinya.

Mendengar penuturan suaminya tentang titik lemah kesaktian Datu Bira, betapa sukacitanya Putri Simbolon. Ia telah mendapatkan apa yang mereka butuhkan setelah sekian lama. Tak menunggu lama, ia segera melaporkan hasil temuannya itu kepada sanak-saudaranya.

Tak kepalang tanggung senangnya Pria Simbolon mendengar informasi itu. Setelah sekian lama ia menanti dengan penuh harap, akhirnya kerja liciknya membuahkan hasil. Pria Simbolon itu kemudian mengetahui titik lemah kesaktian Datu Bira melalui suami putrinya, setelah putri mereka berhasil memperdaya suaminya Datu Guluan dan membuatnya mengkhianati kakak kandungnya sendiri.

HILANGNYA SEBUAH KESAKTIAN

Dekke Naga Talam (sejenis ikan tawar yang hanya ditemukan disekitar Danau Toba) adalah ikan yang menjadi kesukaan Datu Bira sejak ia menimba ilmu dari seorang guru sakti. Datu Bira harus mengkonsumsi ikan Dekke Naga Talam setiap pekan, agar ilmu sakti yang ia miliki tidak sirna dari raganya.

Mengetahui kesaktian Datu Bira akan hilang jika tidak mengkonsumsi ikan Dekke Naga Talam, lalu Pria Simbolon dan kerabatnya mengatur rencana untuk membeli seluruh ikan yang ada di pasar hingga habis, agar Datu Bira tidak mendapat sepotongpun ikan. Bukan hanya Dekke Naga Talam yang mereka borong habis, tetapi seluruh jenis ikan dipasar mereka beli hingga tak bersisa.

Setiap pasar dibuka, Simbolon dan kerabatnya beserta orang suruhannya, selalu datang lebih pagi untuk mendahului istri Datu Bira, guna membeli seluruh ikan yang dijual para pedagang ikan. Dan setiap tiba di pasar istri Datu Bira selalu kehabisan ikan yang akan ia beli, dan pulang dari pasar dengan tangan hampa.

Peristiwa serupa terus berlangsung, sehingga kebutuhan makan ikan Dekke Naga Talam untuk menjaga kelestarian kesaktiannya tidak terpenuhi. Datu Bira khawatir  jika situasi itu terus berlangsung, maka kesaktiannya akan hilang dari raganya. Dan kekhawatiran Datu Bira itu benar-benar terjadi, karena tidak mengkonsumsi ikan Dekke Naga Talam akhirnya kesaktian Datu Bira secara perlahan berangsur hilang.

Mengetahui kesaktiannya berangsur sirna, Datu Bira murka kepada istrinya. Dia beranggapan istrinya Pinta Omas Boru Sinaga tidak sungguh-sungguh menyanggupi keinginannya untuk membeli ikan Dekke Naga Talam. Datu Bira menilai istrinya tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai seorang istri , dan menuduhnya telah berdusta tentang ketiadaan ikan Dekke Naga Talam di pasar.

Rasa kecewa Datu Bira terhadap istrinya sudah melampaui batas, sehingga ia tak mampu mengendalikan dirinya, sampai-sampai ia mengancam untuk membinasakan  istrinya. Melihat kemarahan yang tampak dari ucapan dan perilaku suaminya, Pinta Omas mulai cemas bahwa kemurkaan suaminya bisa berimbas kepadanya dengan mendapat hukuman dari Datu Bira suaminya.

Lalu Pinta Omas bangkit dari duduk dan sujud memohon maaf dihadapan suaminya, berusaha untuk meyakinkan bahwa ia tidak berbohong terkait dengan ketidak adaan ikan Dekke Naga Talam di seluruh pasar. Bukan hanya ikan Dekke Naga Talam yang tidak ada, tetapi semua jenis ikan yang dijual di pasar telah habis dibeli seseorang. Mendengar itu, Datu Bira mulai mengerti bahwa pekerjaan itu adalah pekerjaan seseorang yang sungguh ia kenal.

Putri Pinta Omas Boru Sinaga bertambah cemas melihat situasi suaminya yang semakin tidak karu-karuan. Kemudian ia kembali sujud  dihadapan Datu Bira dan memohon untuk tidak dibinasakan. Pinta Omas memohon kepada Datu Bira, baiklah ia dipulangkan saja kepada orang tuanya, jika sudah tidak dipercaya lagi. Perkataan itu muncul, hanyalah karena rasa takut yang menderanya, melihat kondisi suaminya Datu Bira saat itu.

Sungguh Datu Bira sebenarnya tidak berniat untuk mencelakai istrinya, apalagi sampai membinasakannya. Tetapi ia justru harus menyelamatkan istri dan anaknya Sakkar Toba yang masih sangat kecil, dengan cara mengevakuasi keduanya ke tempat tinggal orang tua (kerabat) istrinya, karena ia sadar bahwa dirinya berada diambang kebinasaan.

Dalam perjalanan menuju tempat tinggal mertuanya, Datu Bira menjelaskan kepada istrinya bahwa kesaktian yang ada pada dirinya kini telah sirna, karena dalam beberapa pekan tidak mengkonsumsi ikan Dekke Naga Talam. Selanjutnya ia katakan, bahwa semua itu adalah perbuatan Pria Simbolon dalam upaya balas dendam, karena gagal mendapatkan cinta Putri Pinta Omas.

Mendengar penjelasan dari suaminya, Putri Pinta Omas kemudian mengerti, mengapa ia tidak pernah menemukan semua jenis ikan di pasar beberapa pekan.
Kemudian atas permintaan suaminya, Pinta Omas dan anaknya Sakkar Toba berjalan mendahului suaminya, dan tiba lebih dulu di rumah orang tuanya.

Di rumah orang tuanya, Pinta Omas kemudian menuturkan secara lengkap kepada orang tua dan kerabatnya, peristiwa yang sedang menimpa mereka. Betapa kagetnya orang tua dan kerabat Pinta Omas mendengar penuturannya, tentang peristiwa yang kini sedang mereka hadapi. Menanggapi itu, orang tua dan kerabatnya siap mendukung suaminya Datu Bira, walaupun harus mempertaruhkan nyawa.

Semua pembicaraan yang terjadi antara Pinta Omas dan kerabatnya, sangat jelas terdengar di telinga Datu Bira, karena ia bersembunyi tidak jauh dari rumah mertuanya. Ia sungguh bahagia, karena dukungan luar biasa diberikan kepadanya oleh kerabat istrinya. Mendengar itu ia sungguh terharu, lalu ia masuk kedalam rumah dan mengucapkan terimakasih kepada semua kerabat istrinya yang hadir pada saat itu.

KONSPIRASI JAHAT 

Pada waktu itu sebuah perayaan akbar sedang berlangsung di desa tempat dimana orang tua dan kerabat Pinta Omas tinggal. Perayaan itu direncanakan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam, sehingga panitia mengundang banyak orang sampai hingga ke desa seberang danau. Setiap orang dilayani dengan baik, dengan menjamu mereka makan dan minum.

Tambah hari perayaan semakin ramai dikunjungi tamu undangan. Datu Bira yang berusaha menahan diri untuk tidak membaur pada keramaian itu, tambah hari bertambah kuat pula keinginannya untuk turut melebur dan membaur dikeramaian perayaan itu.

Pada hari ketiga Datu Bira sudah tidak kuat lagi menahan keinginannya, lalu keluar dari rumah dan membaur bersama orang lain di keramaian itu. Rupanya orang suruhan Simbolon melihat Datu Bira muncul, yang telah menunggu kemunculan Datu Bira sejak awal perayaan itu dimulai. Lalu segera menyampaikan kabar itu kepada Simbolon dan kerabatnya, yang juga dengan gelisah menunggu informasi dari tempat dimana perayaan sedang berlangsung.

Mendapat informasi Datu Bira hadir pada perayaan itu, Simbolon dan kerabatnya serta seluruh warga desa yang mendukung rencana itu segera berkumpul, dan setiap orang yang hadir diperintahkan untuk menggunakan pucuk daun kelapa di pergelangan tangan, sebab setiap orang yang tidak menggunakan pucuk daun kelapa pada pergelangan tangannya, akan ditebas hingga tewas.

Demikian Pria (marga) Simbolon memberikan arahan, dan memerintahkan untuk menebas hingga tewas siapapun yang hadir pada perayaan malam itu, kecuali jika ia menggunakan pucuk daun kelapa dipergelangan tangannya. Sandi itu ia lakukan, agar tujuan utama untuk menghabisi Datu Bira bisa tercapai, sekalipun harus mengorbankan orang-orang tak berdosa.

Sesuai perintah Pria Simbolon, kerabat serta orang-orang yang mendukungnya lalu bertolak ke perayaan itu, dan menebas leher setiap orang yang tidak mengenakan pucuk daun kelapa pada pergelangan tangannya hingga tewas. Pembunuhan massal tak terhindarkan dan berlangsung tanpa belas kasihan. Pemandangan memilukan kemudian tercipta sebagai dampak dari sebuah dendam kesumat, yang timbul dari sebuah cinta yang tak terwujud.

Rupanya Datu Bira sempat meloloskan diri, walau sebenarnya ia mengalami luka yang cukup parah. Ia membawa anak dan istri menembus gelapnya malam, berusaha untuk menghindar dari kejaran anak (marga) Simbolon dan sekutunya, yang berniat untuk membinasakannya. Datu Bira memutuskan untuk meninggalkan Hatoguan Samosir, dengan harapan bisa selamat sampai ke Kampung Halamannya di Tipang.


WASIAT UNTUK DATU MANGAMBE


Di tempat lain, Datu Mangambe adiknya yang telah kembali ke Tipang usai berguru di Hatoguan Samosir, merasakan sesuatu hal yang tidak biasa telah terjadi pada sanak saudaranya. Ia berasumsi, kakandanya Datu Bira sedang sedang dalam masalah. Asumsi itu membuatnya sangat gelisah, dan memaksanya mengambil keputusan untuk pergi menemui Datu Bira kakaknya di Hatoguan Samosir.


Kesehatan Datu Bira terus menurun. Disamping berjalan cukup jauh, darah yang keluar dari lubang-lubang bekas tusukan belati di tubuhnya sudah begitu banyak, membuat kondisi phisiknya semakin lemah. Dalam kondisi seperti itu, Datu Bira menyadari bahwa ia tidak akan bisa melanjutkan perjalanan. Oleh karena itu, ia meminta kepada istrinya untuk melanjutkan perjalanan bersama anak semata wayang mereka, menuju Tipang kampung halaman Datu Bira.


Mendengar Datu Bira untuk meninggalkan dirinya dan melanjutkan perjalanan, Putri Pinta Omas menjadi sangat sedih. Ia tidak tau tindakan apa yang harus ia lakukan. Ia tidak mampu menuruti permintaan suaminya untuk pergi dan meninggalkan suaminya dalam kondisi seperti itu. Tetap bersama suaminya, ia juga tidak mau putra semata wayangnya turut binasa bersama mereka ditangan Putra (marga) Simbolon dan sekutunya.


Saat Putri Pinta Omas berada dalam kebingungan, Datu Mangambepun tiba. Datu Mangambe datang pada saat yang sangat tepat. Mereka bertemu ditengah jalan, saat sebelum Putra (marga) Simbolon dan sekutunya tiba ditempat itu. Datu Mangambe menangis meraung-raung, melihat kondisi kakandanya sudah sekarat. Datu Mangambe sangat menyesali dirinya, karena sejak awal ia telah mengkhawatirkan itu. Tetapi mengapa ia harus turut pada kakandanya yang sangat percaya kepada kemampuan dirinya sendiri.


Menyadari situasi sangat genting, Datu Bira segera menjelaskan peristiwa yang telah menimpa mereka. Peristiwa itu terjadi, tidak terlepas dari perbuatan pengkhianatan yang telah dilakukan adik mereka Datu Guluan, hingga peristiwa pembunuhan massal itu menimpa dirinya dan penduduk Desa mertuanya.


Mendengar semua penjelasan dari kakaknya Datu Bira, Datu Mangambe menyadari situasi saat itu betul-betul tidak kondusif, khususnya untuk kakaknya sekeluarga. Keselamatan keluarga kakaknya jauh lebih penting baginya, dibanding dengan keinginan untuk membalas perbuatan Putra (marga) Simbolon dan kerabatnya terhadap kakak dan kerabat mertuanya.

Dihadapan Datu Mangambe adiknya, Datu Bira mengutuk Datu Guluan atas pengkhianatan yang telah ia lakukan, agar kelak dikemudian hari, Datu Guluan dan keturunannya tidak akan lebih dari 30 (tiga puluh) orang jumlah laki-laki. Jika lahir laki-laki pada keturunannya melebihi 30 (tiga puluh) orang, maka akan mati keturunan lainnya, agar jumlah pria padanya tetap pada jumlah 30 (tiga puluh) orang.

Datu Mangambe mendukung kutuk itu, karena ia menyadari bahwa perbuatan adik mereka Datu Guluan sudah melampaui batas. Ia tidak menyangka kalau Datu Guluan sampai hati melakukan itu. Dengan cucuran air mata, ia berdoa kepada Sang Khalik memohon agar mendengarkan doa kakaknya Datu Bira. Konon katanya kutukan itu sungguh terjadi, dan dapat dilihat dari keturunan Datu Guluan yang memang sangat sedikit populasinya.

Malam itu juga, Datu Mangambe meninggalkan tempat itu mengevakuasi Datu Bira beserta anak dan istri ke tempat yang lebih aman. Gelap gulita mereka tembus melalui jalan yang tidak biasa, hanya untuk menghindar dari kejaran Putra (marga) Simbolon dan sekutunya. Mereka berangkat tanpa alat penerangan, berjalan tergesa-gesa menelusuri jalan kecil, jalan yang tak biasa dilalui warga.

Ditengah perjalanan kondisi fisik Datu Bira semakin melemah. Datu Bira tau betul, ia sudah tidak mampu melanjutkan perjalanan. Ia kemudian pasrah kepada takdir dan berserah kepada Sang Ilahi, lalu memohon kepada adiknya Datu Mangambe untuk melanjutkan perjalanan dengan membawa anak dan istrinya ke tempat yang aman.

Sebelum melepas kepergian Datu Mangambe, Datu Bira berpesan kepada Datu Mangambe, agar menyelamatkan Pinta Omas Boru Sinaga dan anaknya Sakkar Toba ketempat yang tidak mungkin ditemukan Simbolon dan sekutunya. Datu Bira menyerahkan Sakkar Toba ke dalam asuhan Datu Mangambe, hingga kelak ia berketurunan, sehingga silsilah Datu Bira tidak berhenti oleh kekejaman yang sedang dipraktekkan  Putera (marga) Simbolon dan sekutunya.

Dihadapan Datu Bira yang tengah sekarat, Datu Mangambe berjanji untuk mengasuh Sakkar Toba sesuai dengan permintaan kakaknya, dan tidak akan menikah sebelum Sakkar Toba berketurunan. Itulah sumpah Datu Mangambe dihadapan kakaknya Datu Bira yang tengah menghadapi sakratul maut, walau sesungguhnya Datu Mangambe telah berencana untuk menikahi seorang puteri keturunan raja (marga) Nainggolan, yang telah ia bawa dari Hatoguan Samosir yang saat itu telah berada di Tipang.

Kemudian Datu Mangambe berniat untuk melanjutkan perjalanan, namun Putri Pinta Omas Boru Sinaga memutuskan untuk tidak turut pergi bersama Datu Mangambe. Putri Pinta Omas memilih untuk tinggal bersama suaminya, karena tidak ada kemampuan dalam dirinya untuk meninggalkan Datu Bira dalam kondisi seperti itu. Ia telah memutuskan jikapun harus mati ia rela mati bersama suaminya.

DATU BIRA WAFAT

Sementara itu ditempat dimana telah terjadi pembunuhan massal, Putera (marga) Simbolon dan sekutunya sedang sibuk mengidentifikasi mayat yang bergelimpangan. Mereka mencari jenazah seseorang, tetapi tidak ditemukan. Dari sekian mayat yang ada, mereka tidak menemukan jenazah orang yang mereka cari, yakni jenazah Datu Bira.

Setelah yakin jenazah Datu Bira tidak ada diantara jenazah yang berserakan, kemudian Putera (marga) Simbolon dan sekutunya segera melakukan pengejaran ke segala penjuru. Mereka sangat yakin Datu Bira tidak akan bisa pergi jauh,  sebab Datu Bira mengalami luka tusuk yang sangat parah. Jikapun masih hidup, dipastikan ia masih berada di sekitar wilayah itu.

Di tempat lain, pasca kepergian adiknya Datu Mangambe dengan membawa serta Sakkar Toba, Datu Bira dan istrinya sedang berusaha keras untuk bergerak meninggalkan tempat, agar terhindar dari kejaran Putera (marga) Simbolon dan sekutunya, namun usaha itu sia-sia. Dengan kondisi luka yang dideritanya, sulit sekali bagi Datu Bira untuk bisa bergerak menjauh dari tempat itu. Berulang kali Datu Bira menyarankan agar istrinya Pinta Omas pergi menghindar, tetapi dengan linangan air mata istrinya selalu menolak dengan kasih sayang.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Datu Bira akhirnya ditemukan oleh sekutu Simbolon. Dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, Datu Bira disiksa tanpa ampun, kemudian lehernya digorok hingga putus, terpisah kepala dari badan. Melihat itu Putri Pinta Omas menjerit histeris, mengutuk keras perbuatan sekutu Simbolon terhadap suaminya.

Setelah berhasil menggorok leher hingga putus, kemudian kepala Datu Bira dibawa kehadapan Putera (marga) Simbolon, sebagai bukti bahwa Datu Bira betul-betul telah tewas. Turut juga bersama dengan kepala Datu Bira, Putri Pinta Omas istrinya yang dibawa secara paksa, dan sampai di hadapan Putera (marga) Simbolon, walau dengan cara diseret karena Pinta Omas tidak sudi bertemu dengan pria bermarga Simbolon musuh suaminya.

Putri Pinta Omas akhirnya tewas menyusul suaminya, setelah disiksa secara terus menerus, karena ia menolak untuk diperistri Pria bernarga Simbolon itu. Disamping sejak awal memang Pinta Omas tidak suka kepada pria itu, perlakuan keji yang dilakukan Simbolon dan sekutu terhadap suaminya Datu Bira, membuat Pinta Omas semakin membenci pria itu. Baginya lebih baik mati setelah suaminya tiada, apalagi jika harus diperistri pria bermarga Simbolon itu.

Kekejaman Simbolon dan sekutunya terhadap Datu Bira, hingga kini masih dikenang oleh keturunannya. Hal itu diabadikan pada sebuah monumen yang dibangun oleh keturunannya dalam bentuk patung Datu Bira tanpa kepala. Dan sejak saat itu, seluruh keturunan Datu Bira tidak dibenarkan untuk menikah dengan keturunan (marga) Simbolon, dan jika hal itu dipaksakan maka akan terjadi mala petaka pada keluarga itu.

Untuk menghindar dari kejaran Simbolon dan sekutunya, Datu Mangambe dan Sakkar Toba telah menempuh jalan yang sangat jauh, hingga mereka benar-benar terlepas dari kejaran Simbolon dan sekutunya. Dari Pulau Samosir Datu Mangambe membawa Sakkar Toba menyeberang ke Daratan Humbang, kemudian menetap daerah dataran tinggi  yang sekarang daerah itu dikenal dengan nama Desa Silaban, setelah pamit dan mengucap janji dengan putri (boru) Nainggolan.

Disana Sakkar Toba tumbuh dan berkembang dalam asuhan pamannya Datu Mangambe, hingga kemudian ia menikah dan punya keturunan. Dikabarkan, Datu Mangambe sungguh melaksanakan sumpahnya dengan setia. Setelah Sakkar Toba menikah dan berketurunan, barulah Datu Mangambe mengakhiri masa lajangnya.

Catatan  :

Sebelumnya kami mohon maaf untuk setiap orang, khususnya keturunan Borsak Jungjungan Silaban, terkait dengan tidak tercapainya nilai kesempurnaan cerita pada artikel di atas, dalam menempatkan sisi kebenaran ceritanya sesuai dengan harapan setiap orang. Hal ini kami sampaikan, mengingat ada beberapa versi tentang cerita serupa  yang beredar di tengah masyarakat, termasuk diantaranya dalam komunitas Klan (Marga) Silaban itu sendiri.


SALAM GEMILANG.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar